TRIBUNJATENG.COM, BANYUMAS - Sebuah bangunan tua berukuran 1,5 x 2 meter berdiri di tengah pertigaan Jalan Raga Semangsang, Sokanegara Purwokerto Timur, tepat sisi Kantor Bupati Banyumas
Bangunan itu memakan sebagian badan jalan hingga membatasi pandangan pengendara.
Pengguna jalan dituntut lebih hati-hati saat melintasi tikungan tersebut karena posisi bangunan tidak presisi
Bangunan berbentuk kubus itu memiliki pintu besi yang selalu terkunci. Tidak ada penanda makam atau nisan di dalamnya. Namun bekas bakaran sesaji berupa bunga-bungaan masih berserak di dalam ruangan sempit nan gelap itu.
Tiada penjelasan tertulis pada bangunan itu mengenai riwayat benda tersebut. Warga setempat hanya mempercayai tempat itu keramat atau wingit.
Alasan itu juga yang membuat bangunan itu tak pernah diusik keberadaannya.
Tidak ada catatan tertulis mengenai riwayat bangunan itu. Yang ada hanya cerita tutur dari masyarakat dengan beragam versi.
Sebagian masyarakat mempercayai bangunan itu makam orang sakti. Versi lain menyebut bangunan itu hanya penanda sejarah.
Urip Setiadi, warga Sokanegara mengisahkan, sisi bangunan itu dulunya dipenuhi pohon rimbun. Pohon tersebut dipercaya sebagai tempat tersangkutnya tubuh orang sakti. Nama ksatria itu tak diketahui pasti, warga hanya menyebutnya Raga Semangsang, atau dalam Bahasa Indonesia berarti tubuh yang menyangkut.
Konon, Raga Semangsang adalah perampok sakti yang tak tertandingi kekuatannya kala itu. Hingga akhirnya sang jawara itu dipaksa bertekuk lutut di hadapan Kyai Pekih, seorang ulama yang juga pendekar sakti.
Singkat cerita, perang tanding dua jawara itu dimenangkan oleh Kyai Pekih. Tubuh Raga Semangsang terlempar dan menyangkut di pohon hingga tewas.
"Ceritanya dia preman sakti, tapi barang-barang curiannya suka dibagikan ke penduduk,"katanya, Jumat (5/1).
Pada malam-malam tertentu, terutama Jumat Kliwon, bangunan penanda Raga Semangsang itu masih biasa diziarahi orang.
Menurut Urip, tempat itu paling sering didatangi orang saat menjelang perhelatan politik semisal Pemilihan Legislatif (Pileg) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Meski begitu, Urip tak mengerti niat kedatangan mereka untuk apa.
Meski berdiri di tengah jalan, Urip yang saban hari berjualan di trotoar pertigaan jalan itu mengaku tidak pernah melihat pengendara celaka karena terganggu bangunan tersebut.
"Meski di tengah jalan, bangunan ini sebenarnya tidak mengganggu. Jadi tidak perlu dibongkar,"katanya
Terlepas dari riwayat Raga Semangsang, menurut Urip, bangunan menyerupai arsitektur Belanda itu mestinya dilestarikan karena termasuk peninggalan sejarah.
Sayang, bangunan itu tak terawat. Cat yang melapisi bangunan itu telah kusam dan mengelupas. Urip mengatakan, warga sempat swadaya mengecat bangunan itu agar lebih enak dipandang.
"Padahal ini kan dekat dengan kantor bupati. Harusnya bisa terawat,"katanya
Pengelola Banjoemas Heritage History Community Jatmiko Wicaksono mengatakan, sejarah mengenai Raga Semangsang sulit terlacak. Belum ditemukan dokumentasi tertulis mengenai riwayat orang sakti tersebut. Sejarah berdasarkan cerita tutur pun masih simpang siur.
Ada versi lain yang menyebut, Raga Semangsang merupakan seorang pejuang kemerdekaan yang kebal dari serangan senjata tajam. Tubuh pendekar sakti itu tak mempan diberondong peluru para serdadu Belanda
Namun, entah bagaimana ceritanya, pejuang itu akhirnya kalah hingga tubuhnya menyangkut di pohon.
"Karena itu tempat itu jadi wingit. Entah itu makam atau cuma penanda, belum ada catatan yang valid mengenai itu,"katanya
Menurut Jatmiko, dahulu, sebelum Purwokerto berubah kota atas rancangan Belanda tahun 1840 an, wilayah sekitar alun-alun Purwokerto, termasuk lokasi situs Raga Semangsang merupakan desa pinggiran yang masih dipenuhi pepohonan, disebut Desa Paguwan. Wilayah ini terkenal dengan kampung pesantren yang diasuh Kyai Pekih.
Namun Jatmiko tak mengetahui persis kapan bangunan penanda Raga Semangsang itu dibangun. Dari fisik bangunan, ia memperkirakan bangunan itu berusia lebih dari 50 tahun. Ia pun menyayangkan kondisi bangunan tersebut yang tak terawat.
"Banyak sekali di Banyumas ini, bangunan-bangunan peninggalan sejarah yang tak terawat,"katanya
Jangankan bangunan itu, menurut Jatmiko, 59 peninggalan sejarah di Banyumas yang diajukan sebagai cagar budaya hingga sekarang belum ada kejelasan status, meski sudah diteliti oleh tim ahli cagar budaya.
Peninggalan itu hingga sekarang masih berstatus benda diduga cagar budaya. Ironisnya, kata Jatmiko, belum sampai ditetapkan cagar budaya, beberapa peninggalan itu telah hilang atau rusak. Semisal rumah tinggal pecinan NV Ko Lie di Sokaraja dan Situs Lembah Ayu di Sumbang.
Di Banyumas, hanya masjid Nur Sulaiman satu-satunya cagar budaya bersertifikat nasional di bawah perlindungan Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB).
"Beberapa terancam rusak atau akan dihilangkan karena dimiliki perorangan,"katanya. (*)Mis
Sumber : http://jateng.tribunnews.com/2018/01/05/misteri-makam-di-tengah-jalan-di-purwokerto-kesaksian-warga-sekitar-bikin-merinding
Komentar
Posting Komentar