BELANJA


Pamuksan Sri Aji Joyoboyo Kediri




Pamuksan Sri Aji Joyoboyo Kediri kami kunjungi dengan melewati persawahan, gerumbul dan perkampungan. Jarak situs ini ke Arca Totok Kerot 2,7 km atau 6 menit dengan kendaraan bermotor. Di samping gerbang situs terdapat tempat parkir yang cukup untuk beberapa mobil.

Alamat: Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kediri Kabupaten, Jawa Timur. Lokasi GPS: -7.77948, 112.08003, Waze. Jam buka sepanjang hari dan malam. Harga tiket masuk gratis, sumbangan diharapkan. Rujukan: Tempat Wisata di Kediri, Peta Wisata Kediri, Hotel di Kediri.
Galeri (21 foto): 1.Gapura Masuk, 2.Sejarah, 3.Loka Muksa, 4.Loka Busana, 5.Gapura Kedua, 6.Kuncen, 7.Prasasti, 8.Bincang, 9.Pendopo, … s/d 21.Gapura Dalam.

Di gerbang masuk Pamuksan Sri Aji Joyoboyo Kediri ada tulisan “Mustika Pamenang, Petilasan Sang Prabu Sri Adji Djojobojo”. Dalam kisah Jawa, Jayabaya (Joyoboyo) adalah titisan Wisnu, penguasa negara Widarba yang beribu kota di Mamenang. Ayah Joyoboyo bernama Gendrayana.

Sedangkan Gendrayana adalah anak Yudayana, anak Parikesit, anak Abimanyu, anak Arjuna dari Pandawa. Permaisuri Jayabaya bernama Dewi Sara, yang darinya lahir Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni, dan Dewi Sasanti. Jayaamijaya kemudian menurunkan raja-raja tanah Jawa, dari Kerajaan Majapahit sampai Mataram Islam. Sedangkan Dewi Pramesti menikah dengan Astradarma, Raja Yawastina, melahirkan Anglingdarma, Raja Malawapati.

Tulisan pada gapura di gerbang masuk kedua Pamuksan Sri Aji Joyoboyo yang juga berbunyi “Petilasan Sang Prabu Sri Adji Djojobojo”. Kata petilasan ‘dikoreksi’ Juru Kunci situs, karena petilasan adalah tempat seseorang pernah tinggal dan lalu pergi. Sedangkan situs ini tempat ‘muksa’ (lenyap bersama jasad) Joyoboyo, dan konon jiwanya masih di tempat itu.

Kami memang sempat berbincang dengan kuncen yang berpeci dan berkacamata di pendopo situs. Duduk di belakang kuncen ada nara sumber lainnya yang dalam beberapa hal tampak lebih banyak tahu ketimbang sang Kuncen. Pak Kuncen ini meskipun gaya bicaranya sering sarkastik, namun cukup membantu dan kadang memancing tawa.

Di sebelah kiri gapura ketiga terdapat sebuah prasasti yang isinya menceritakan sejarah singkat mengenai kompleks Pamuksan Sri Aji Joyoboyo Kediri. Beginilah seharusnya yang dilakukan oleh dinas terkait setempat pada situs-situs lainnya, yang membuat pengunjung bisa lebih mengenal situs yang mereka kunjungi, dan bisa ikut mewartakannya.

Di dalam pendopo terdapat sebuah prasasti lagi yang cukup besar. Prasasti itu berisi tulisan yang menceritakan tentang pemugaran situs oleh Keluarga Besar Hondodento dari Yogyakarta, yang dilakukan pada 22 Februari 1975, dan diresmikan kemudian pada 17 April 1976.

Pada atap bagian dalam pendopo terdapat relief Kala tanpa rahang bawah, yang menunjukkan pengaruh Hindu dari Jawa Tengah. Kala atau Banaspati dari Jawa Timur biasanya lengkap dengan rahang bawah. Kala adalah dewa penguasa waktu, putera Siwa, umumnya dikenal sebagai penjaga bangunan suci dan penolak kekuatan jahat.

pamuksan sri aji joyoboyo kediri
Bangunan di tengah situs inilah yang dipercaya sebagai tempat Pamuksan Sri Aji Joyoboyo, terbagi tiga tempat mewakili tiga fase muksa, yaitu Loka Mukso, Loka Busana, dan Loka Makuta. Loka Muksa merupakan tempat muksa Sri Aji Joyoboyo, Loka Busana adalah tempat singgah busana Sang Prabu, dan Loka Makuta berarti tempat pelepasan mahkota raja.

Sebelum dipugar menjadi kompleks yang cukup baik itu, situs ini dulunya hanya berbentuk sebuah gundukan tanah. Sampai suatu saat, di tahun 1860, seorang penduduk Desa Menang bernama Warsodikromo bermimpi bahwa di area gundukan tanah itu pernah hidup seorang raja Kediri yang bernama Joyoboyo.

Di depan kanan Loka Muksa Pamuksan seorang pria tampak tengah tidur di bawah rindang pepohonan, mungkin sedang tirakat. Yang percaya bahwa situs ini dapat membantu memperoleh apa yang mereka inginkan, bisa bertirakat di situs ini selama beberapa hari. Calon pejabat pun ada yang mengalap berkah di situs seluas 1.650 meter persegi ini.

pamuksan sri aji joyoboyo kediri
Penampakan pada situs Loka Busana di Pamuksan Sri Aji Joyoboyo Kediri dengan ornamen yang indah. Posisinya berada di sebelah kanan dari Loka Muksa, di dalam pagar dengan kawat berduri, yang tampaknya sengaja dibuat untuk mencegah peziarah tidur di tempat itu atau mencegah mereka mencongkel batu untuk dijadikan jimat.

Di dalam bangunan Loka Muksa terdapat lingga yoni (kelamin pria – wanita, lambang kesuburan dan kehidupan lahir dan batin) yang menyatu dengan sebuah batu bulat berlubang yang menyerupai mata yang disebut manik. Tiga lubang pintu di Loka Muksa melambangkan tiga tahap kehidupan manusia yang dimulai dari lahir, dewasa, dan mati.

Batu manik melambangkan kewaskitaan Sri Aji Joyoboyo, memadukan nalar, rasa dan jiwa, dengan lubang tembus yang menunjukkan kemampuan melihat jauh ke masa depan. Terletak terpisah di belakang area pamuksan terdapat Loka Makuta, dengan sebuah bentuk bangunan mahkota raja di bagian tengahnya.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX dari Keraton Yogyakarta adalah Raja Jawa yang semasa hidupnya sering berkunjung ke leluhurnya di situs Pamuksan Sri Aji Joyoboyo Kediri ini untuk berziarah. Ketika datang, HB IX selalu berjalan jongkok dari pendopo menuju ke Loka Muksa, layaknya tengah menghadap seorang raja yang masih hidup.

Sri Aji Joyoboyo adalah Raja Kediri yang memerintah antara 1135-1157. Ia adalah raja yang berhasil menyatukan kembali Jenggala yang dipisahkan oleh Airlangga, Raja Kahuripan, pada 1042. Airlangga kemudian turun tahta dan menjadi pendeta dengan gelar Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana (Prasasti Gandhakuti, 1042).

Sri Aji Joyoboyo terkenal dengan kitab “Jongko Joyoboyo” yang berisi ramalan kejadian di Pulau Jawa sejak jaman Aji Saka sampai sampai kiamat. Naskah yang didalamnya berisi “Ramalan Joyoboyo” diantaranya adalah Serat Jayabaya Musarar dan Serat Pranitiwakya. Jayabaya turun tahta di usia tua dan moksa di desa Menang, tempat dimana situs ini berada.

Untuk melihat gambar - gambar secara lengkap silakan kunjungi : https://www.thearoengbinangproject.com/pamuksan-sri-aji-joyoboyo-kediri/

Komentar